23/01/21

Lampaui Harga Eceran Tertinggi Pedagang Sapi Jabodetabek Mogok Jualan





Jakarta, Mediadata.Co.id- Pedagang daging sapi di wilayah Jabodetabek sepakat melakukan mogok berjualan selama tiga hari, terhitung mulai Rabu (20/1/2021) hingga Jumat (22/1/2021) lalu, sebagai bentuk protes atas melonjaknya harga daging sapi di rumah pemotongan hewan. Harga per kilogram daging sapi yang belum dipisah antara tulang dan kulitnya (karkas) adalah Rp 95.000. Harga tersebut dinilai terlalu tinggi untuk dijual kembali ke pasar eceran. 


"Ditambah cost produksi dan ekspedisi total sudah Rp 120.000-lah. Sedangkan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah Rp 120.000," kata Sekretaris Dewan Pengurus Daerah Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) DKI Jakarta Tb Mufti Bangkit. Sehingga dengan kenaikan harga daging sapi yang melebihi harga eceran tertinggi (HET) itu, akan menyebabkan masyarakat enggan untuk membeli daging sapi lagi. 


Sebetulnya, lonjakan harga daging sudah dirasakan sejak empat bulan terakhir. Kenaikan harga itu diprediksi akan terus terjadi hingga April 2021. "Diprediksi akan naik terus sampai dengan bulan Maret atau April dengan harga tertinggi Rp 105.000 per kilogram per karkas. Sekarang ini harga per karkas masih Rp 94.000," katanya. 


Begitu juga, Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Tradisional (Ikappi) Abdullah Mansuri menegaskan harga daging sapi sudah masuki level yang cukup mengkhawatirkan jika terus menerus dibiarkan. Saat ini, di pasaran harga daging sapi di tingkat eceran sudah mencapai Rp 120.000 hingga Rp 130.000 per kilogram.


Sedangkan, Ketua DPP APDI (Asosiasi Pedagang Daging Indonesia) Asnawi menerangkan, harga beli dari distributor saat ini naik mulai Rp 10 ribu sampai Rp 12 ribu per kg dari harga sebelumnya sebesar Rp 115 ribu per kg menjadi sekitar Rp 125 ribu sampai Rp 127 ribu per kg. "Dengan HPP Rp127 ribu dan harga jual pengecer hanya Rp130 ribu per kg,  keuntungan pedagang sangat tipis,”ungkapnya.

Adapun berdasarkan data di website Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (IHPSN) pada Rabu (20/1), harga daging sapi kualitas 2 di seluruh Indonesia berada di kisaran Rp 112.950 per kilogram. Kemudian di DKI Jakarta per Rabu (20/1) daging sapi kualitas 1 dikisaran Rp 135.850 per kilogram, dan daging sapi kualitas 2 seharga Rp 122.500 per kilogram.

Sebelumnya, pada November 2020, harga rata-rata daging sapi secara nasional mengalami sedikit kenaikan sebesar 0,08% dari Rp 119.537,-/kg menjadi Rp 119.631,- /kg. Terdapat satu daerah dengan harga daging sapi dibawah Rp 100.000,-/kg yaitu kota Kupang NTT dengan harga daging sebesar Rp 90.000,-/kg. 


Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Perdagangan, terdapat sekitar 35,3% dari 34 kota di Indonesia yang harga penjualan daging sapinya berada di atas Rp 120.000,-/kg dengan harga tertinggi di Jayapura yaitu mencapai Rp 141.667,-/kg. Sedangkan dari delapan ibukota provinsi terbesar, harga daging tertinggi terdapat di Kota DKI Jakarta yaitu mencapai Rp 120.195,-/kg dan yang terendah di Denpasar dan Makassar dengan harga Rp 100.000,-/kg. 


Naiknya harga daging sapi di dalam negeri, juga didorong oleh meningkatnya harga komoditi tersebut di pasar internasional yang pada November 2020 mengalami kenaikan sebesar 5,7% dibanding Oktober 2020. Peningkatan harga sapi dunia itu disebabkan oleh tingginya permintaan dari China dan terbatasnya pasokan dari kawasan Pasifik. 


Perkembangan produksi


Pada tahun 2019, produksi daging sapi potong diperkirakan sebesar 394,2 ribu ton. Pada tahun 2020 diperkirakan produksi daging sapi potong naik menjadi 399,56 ribu ton. Pada tahun 2019 konsumsi daging sapi dan kerbau sebesar 2,56kg/kapita, berdasarkan permodelan yang dilakukan konsumsi per kapita daging sapi akan naik 4,8% menjadi 2,68kg/kapita di tahun 2020 (Outlook Daging Sapi 2019, Kementerian Pertanian).


Berdasarkan perkiraan awal yang ditetapkan pemerintah, produksi daging nasional dipatok di angka 2,32 juta ekor atau setara dengan 422.533 ton daging. Volume produksi ini meningkat 17.943 ton atau tumbuh 4,4% dibandingkan produksi pada 2019 yang diperkirakan mencapai 404.590 ton. 


Pada 2019, konsumsi daging sapi per kapita dipatok di angka 2,56 kilogram per tahun dengan kebutuhan nasional sebesar 686.271 ton. Sementara pada 2020, konsumsi per kapita diperkirakan menembus 2,66 kilogram per tahun dengan kebutuhan total sebanyak 717.150 ton. Hal ini mengakibatkan defisit neraca daging pada 2020 dibandingkan 2019. Jika defisit pada 2019 berada di angka 281.681 ton, maka angka defisit pada 2020 diperkirakan mencapai 294.617 ton.


Hingga akhir Juni 2020, Kementan mencatat produksi sapi dan kerbau di dalam negeri mencapai 210.707 ton atau setara 1,16 juta ekor. Jumlah tersebut mencapai 49,8% dari perkiraan produksi tahun 2020 yang sebesar 422.533 ton. Sementara, kebutuhan daging sapi dan kerbau secara nasional sebesar 361.210 ton.



Mekanisme impor daging sapi


Penetapan Alokasi Impor Daging Sapi dan Sapi dan Rapat Koordinasi Berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Pasal 36 menyatakan bahwa impor pangan hanya dapat dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri tidak mencukupi dan/atau tidak dapat diproduksi di dalam negeri.


Kecukupan produksi pangan pokok dalam negeri dan cadangan pangan pemerintah ditetapkan oleh menteri atau lembaga pemerintah yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pangan.


Selanjutnya berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, Pasal 15 ayat (3) menyatakan bahwa dalam hal impor komoditas pertanian, menteri terkait harus melakukan koordinasi dengan Menteri Pertanian.



Perkembangan impor


Daging sapi diimpor dalam bentuk segar/dingin dan beku. Selama 2016-2019, impor daging sapi meningkat dari 114.469 ton senilai US$ 483,4 juta pada 2016 menjadi 197.347 ton senilai US$ 690,2 juta pada 2019. Sementara selama Januari-Oktober 2020, impor daging sapi telah mencapai 116.640 ton senilai US$ 416,7 juta.


Tabel –

Perkembangan impor daging sapi menurut jenis, 2016-2020*)

Ton

US$’000

Uraian

2016

2017

2018

2019

2020*)

Daging sapi segar atau dingin :






Karkas & setengah karkas

794

55

94

9

0


3.381

242

374

31

0

Potongan daging lainnya bertulang (bone in)

34

67

71

76

51


520

1.023

1.086

1.191

667

Daging tanpa tulang (boneless)

3.623

3.912

4.220

4.399

3.028


32.407

36.122

34.288

35.853

21.975

Sub Total 

4.451

4.034

4.385

4.484

3.079


36.308

37.387

35.748

37.075

22.642

Daging sapi beku :






Karkas & setengah karkas

143

0

0

20

0


525

0

0

48

0

Potongan daging lainnya bertulang (bone in)

9.410

17.405

20.745

26.383

23.714


28.127

41.557

41.655

52.899

43.774

Daging tanpa tulang (boneless)

100.465

94.336

135.515

166.460

89.847


418.409

387.916

523.413

600.223

350.290

Sub Total

110.018

111.741

156.260

192.863

113.561


447.061

429.473

565.068

653.170

394.064

Total

114.469

115.775

160.645

197.347

116.640


483.369

467.860

600.816

690.245

416.706

*) Januari-Oktober

Sumber : BPS/Mediadata



India pemasok terbesar


Selama 2018-2019, India menjadi pemasok daging sapi terbesar ke Indonesia, yaitu dari 79.634 ton senilai US$ 283,6 juta pada 2018 naik menjadi 93.970 ton senilai US$ 309,8 juta pada 2019. Diikuti Australia dengan volume impor juga meningkat dari 46.008 ton senilai US$ 185,6 juta pada 2018 menjadi 53.598 ton senilai US$ 197,7 juta pada 2019.


Pemasok daging sapi lainnya adalah Amerika Serikat, Kanada, Brazil dan Spanyol. Dari kawasan Asia, tercatat Jepang dan Singapura menjadi pemasok daging sapi ke Indonesia.


Tabel –

Perkembangan impor daging sapi beku menurut asal negara, 2018-2019


Asal negara

2018

2019


Volume (Ton)

Nilai (US$’000)

Volume (Ton)

Nilai (US$’000)

India

79.634

283.651

93.970

309.848

Australia

46.008

185.625

53.598

197.786

Selandia Baru

3.782

18.259

4.400

18.042

Amerika Serikat

5.295

31.728

9.237

51.112

Kanada

47

190

31

231

Brazil

0

0

3.525

15.509

Spanyol

739

3.596

1.693

7.427

Lainnya

9

363

5

267

Total

135.515

523.413

166.460

600.223

Sumber : BPS/Mediadata



Kebijakan 


Pemerintah merencanakan untuk melakukan konsolidasi BUMN industri pangan melalui pembentukan holding BUMN Pangan. Dukungan BUMN di bidang peternakan diperlukan salah satunya dalam program pembibitan sapi yang masih sulit dikembangkan oleh peternakan rakyat. Sektor peternakan dalam negeri sebagian besar masih dijalankan oleh para peternak rakyat. Oleh karena itu, BUMN sebagai off taker dapat mendorong masyarakat dalam beternak. 


Sementara itu, dengan beragamnya sektor bisnis yang dimiliki BUMN, khususnya BUMN Pangan dapat mendorong terwujudnya integrasi peternakan dengan sektor lainnya. Selain itu, BUMN dapat berperan dalam distribusi dan logistik sapi beserta produk turunan nya agar dapat tersalurkan secara merata pada masyarakat. Hal ini merujuk dari sisi penyebaran, mengingat terdapat daerah yang surplus dan ada juga daerah yang defisit. 


Untuk itu, Kementerian BUMN melalui BUMN klaster Pangan dapat melakukan investasi untuk mendorong perkembangan sektor peternakan di Indonesia. Saat ini, salah satu program yang tengah dijalankan adalah pengembangan peternakan sapi di 1.000 desa pada beberapa wilayah di Indonesia. (Ed/red)



 

 



Bagikan

Komentar & Pesan

Nama
Email *
Pesan *
Pesan dan komentar Anda tidak di publikasikan. Terimakasih.
_______________________________________          Adv
__________________________________________________ 
WAKTU SAAT INI:
Follow:
Facebook  Twitter  Instagram  Youtube   
mediadata.co.id - News & Report