• Headline
  • H⭕rizon
  • Review
  • About us






  • 30/06/20

    Pajak






  • Program Kurikulum Bulan Pajak 





  • Pembelajaran Pajak Sejak Usia Dini
    Oleh: Dudi Kusdian|

    Pajak adalah tulang punggung ekonomi negara. Untuk kelangsungan hidup bernegara hampir semua negara di dunia memajaki rakyatnya, tak terkecuali di negara-negara maju di Eropa, seperti Swedia dengan tarif pajak penghasilan sebesar 56,6 persen, Denmark 55,4 persen dan Belanda 52 persen.

    Menyusul Belgia, Inggris, Austria dengan tarif pajak tersebut sebesar 50 persen. Bahkan Perancis sempat mengusulkan kenaikan tarif pajak penghasilannya menjadi 75 persen, naik hampir 50 persen dibandingkan tarif pajak sebelumnya sebesar 48 persen. Sedangkan di Asia, Jepang masih menerapkan tarif pajak 50 persen. Hal ini masih jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia yang hanya menerapkan pajak penghasilan 5 persen hingga 30 persen saja, tergantung dari jumlah penghasilan Wajib Pajak.


    Krusialnya penerimaan negara dari pajak, bisa dlihat  dari total pendapatan negara tahun 2018 lalu yang mencapai Rp1.957,2 triliun (90,4% dari target APBN tahun 2019), yang terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.545,3 triliun (86,5% dari target APBN tahun 2019),  Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp405 triliun (107,1% dari target APBN tahun 2019) dan hibah sebesar Rp6,8 triliun. Padahal saat itu, Indonesia tengah menghadapi tantangan yang cukup berat, baik dari faktor eksternal maupun internal.

    Namun penerimaan perpajakan tercatat menyumbang 82,5 persen dari total pendapatan negara, yang berarti roda pemerintahan dan penyediaan akses layanan dasar bagi masyarakat masih sangat bergantung pada penerimaan perpajakan. 

    Meski demikian, tingkat kesadaran masyarakat kita dalam membayar pajak masih jauh dari ideal dibandingkan dengan aktivitas perekonomiannya. Tahun 2018 Indonesia hanya berhasil mengumpulkan pajak sekitar 11 persen dari total aktivitas perekonomiannya, yaitu dengan  tax ratio Indonesia yang hanya mencapai 11,5 persen saja.

    Begitu juga dilihat dari demografi sumber penerimaan pajak negara, epicentrum Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) masih di Pulau Jawa hingga sebesar 81,3 persen dari total penerimaan pajak seluruh Indonesia. Sisanya di berbagai daerah di Luar Pulau Jawa hanya berkontribusi 28,7% saja. 

    Masyarakat Indonesia pada umumnya masih fobia terhadap pajak. Kata “pajak” masih menjadi “momok mengkhawatirkan” bagi sebagian besar masyarakat, yang beranggapan pajak itu tidak adil dan  menyengsarakan, serta peruntukannya bukan untuk pelayanan pemerintah dan kesejahteraan masyarakat.

    Padahal semenjak kemerdekaan, pemerintah menggali sumber pendanaan dari pajak rakyat, mulai dari pajak radio dan peneng sepeda warisan jaman Belanda dulu, serta tak kurang menerima dana hibah dari masyarakat dan perorangan.

    Selanjutnya, di jaman Orde Baru terjadi pertumbuhan ekonomi yang signifikan didorong oleh sektor yang bisa menggerakan roda perekonomian negara. Namun setelah booming sektor migas meredup, kini sektor perpajakan menjadi tulang punggung pendapatan negara, menggantikan peran sektor migas yang malah menjadi net importir. 
    Baca lengkap >>







    Follow:



    Facebook  Twitter  Instagram  Youtube