Satire

Aku bertanya
Oleh: WS Rendra

Aku bertanya…
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi
di sampingnya,
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan,
termangu-mangu dalam kaki dewi kesenian.

Putus (drawing: DosiBre' Iswoyo)













Diponegoro
Karya: Chairil Anwar

Di Masa Pembangunan Ini
Tuan Hidup Kembali
Dan Bara Kagum Menjadi Api
Di Depan Sekali Tuan Menanti
Tak Gentar. Lawan Banyaknya Seratus Kali.
Pedang Di Kanan, Keris Di Kiri
Berselempang Semangat Yang Tak Bisa Mati.
Maju
Ini Barisan Tak Bergenderang-Berpalu
Kepercayaan Tanda Menyerbu.
Sekali Berarti
Sudah Itu Mati.
Maju
Bagimu Negeri
Menyediakan Api.
Punah Di Atas Menghamba
Binasa Di Atas Ditindas
Sesungguhnya Jalan Ajal Baru Tercapai
Jika Hidup Harus Merasai
Maju, Serbu, Serang, Terjang

Senja Hitam di Kaki Langit
Sesosok bayi lahir di tengah-tengah pendosa
Engkau terus bertanya, apa maksud dari takdir Tuhan tersebut
Nanti ketika besar, akankah dia menjadi seperti engkau
Jatuh pada lubang yang sama seperti pendosa lainnya
Atau Tuhan telah menyiapkan takdir lain?

Haruskah engkau enyahkan bayi itu saja?
Iba dirimu jika harus melihatnya besar dengan lumuran dosa
Turut hanyut bersama ajaran-ajaran pendahulunya, si pembuat dosa besar
Akhirnya berujung seperti engkau, dia tidak lagi punya pilihan
Membawa serta dosa sepanjang hidupnya

Dibalik wajah polos si bayi, ingatanmu kembali melayang saat engkau masih muda
Impian yang dipupuk begitu tinggi, membuatmu tanpa sadar menjadi bagian dari pendosa itu

Kesempatan tidak akan pernah datang dua kali, sayangnya
Ah, engkau menyesalkan pilihanmu dulu
Kesucianmu engkau korbankan, asalkan mendapatkan lembaran-lembaran merah penyambung hidup
Itulah keputusan egoismu, yang membuat bayi kecil ini terancam ikut menjadi pendosa

Lagi tangis kecilnya menyadarkanmu akan realita
Akhirnya engkau memutuskan sesuatu demi bayi itu
Nafas bayi kecil itu yang begitu tenang, membuatmu menggumamkan maaf berkali-kali
Gumaman maaf karena telah melahirkannya di tengah-tengah para pendosa ini
‘Ibu tak akan rela membiarkanmu menanggung dosa, Nak,’ kata engaku pelan sebelum mengambilkan keputusan itu
Tikaman tepat di jantungnya telah mengantarkan si bayi pada kebebasan

Karena aku perempuanmu
Tegas gurat wajahmu, lelakiku yang tampan, bermandikan pesona tak bercela
Tanganmu lembut membelai punggung telanjang wanita muda
Kulihat, tak ada lagi celah untukku bernaung di sana
Harimu penuh dengan wanita yang berjejalan
Dari pelayan hingga biduan

Bagaimana warna harimu, lelakiku yang tampan?
Samakah dengan malammu yang panjang?
Gemerlap kulihat cahayanya

Tak perlu bintang ketika kau bisa menciptakan kerlipan pesona menyilaukan

Apa kau lelah sekarang, sayang?
Apa sudah bosan kau lihat erotisme hiburan yang mengangkang?
Apa tak ingin lagi kau rengguk candu surga dunia?

Cobalah lagi, sayang!
Bukankah belum semua kau rasakan?
Puaskanlah dirimu meraja di semua dosa
Aku akan menunggumu, sayang
Ketika kau lelah dan pulang

Ya, kau akan pulang lagi kepadaku, perempuanmu.
Karena hanya aku yang mau memunguti belatung dan kerak dari borokmu…
Suatu hari nanti.



Topeng jiwa (lukisan: DosiBre' Iswoyo
Retorika Batin
Wahai tanganku!
Tak letihkah kau langkahkan kaki pada permadani perdu?
Sedang di bawah telapakku telah menyala sekam
Lebam!

Wahai otakku!
Hentikan pikiran-pikiran tolol itu!
Aku bukan narapidana
Tak selayaknya dikepung nafsu hina

Urat nadiku pecah!
Berdarah!
Bergumul dalam keranda
Menuju neraka!!!

Sidoarjo, 16012017



Bagikan




Komentar & Pesan

Nama
Email *
Pesan *
Pesan dan komentar Anda tidak di publikasikan. Terimakasih.
_______________________________________          Adv
__________________________________________________ 
WAKTU SAAT INI:
Follow:
Facebook  Twitter  Instagram  Youtube   


mediadata.co.id - News & Report