Mediadata.co.id – Pungutan ekspor produk sawit yang dilakukan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ternyata tak akurat. Akibatnya penerimaan negara dari komoditas perkebunan penghasil devisa negara ini diperkirakan kurang dari seharusnya. Padahal ditaksir nilainya mencapai Rp 67,2 miliar. Ada apakah?
Setidaknya demikian hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan dari Kementerian Keuangan tahun anggaran 2022. “Nilai pungutan ekspor yang dilaporkan oleh BPDPKS tahun 2022 tidak akurat,” sebut BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) 2023.
Menurut BPK, ketidakakuratan nilai pengutan yang dilaporkan BPDPKS itu akibat aturan pembukuan akuntansi yang diterapkan belum sesuai standar akuntansi instansi. Berdasarkan hasil pengujian terhadap pencatatan dan pelaporan penerimaan pungutan ekspor sawit ditermukan banyak kelemahan.
BPK menyebut, BPDPKS belum menetapkan kebijakan akuntansi berbasis akrual tentang pungutan ekspor, kurang bayar dan lebih bayar pungutan ekspor Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BLU merupakan bagian dari Sistem Akuntansi Instansi (SAI).
Meski BPDPKS telah membuat regulasi terkait transaksi. Namun Peraturan Direktur Utama (Perdirut) Nomor PER-10/DPKS/2019 tentang Subsistem Akuntansi Transaksional atas Beban, Piutang, dan Kewajiban Jangka Pendek pada BPDPKS dinilai belum memadai.
Selain itu, BPK juga menemukan, terdapat indikasi kurang penerimaan pungutan ekspor yang belum dilunasi sebesar Rp16.998.631.140,00 dan adanya peluang kurang penerimaan pungutan ekspor sebesar Rp67.228.100.830,78.
Berdasarkan hasil penelusuran terhadap data hasil validasi pungutan ekspor kelapa sawit dan produk turunannya periode Januari hingga Desember 2022 yang dilakukan BPDPKS dan Direktorat IKC DJBC diketahui bahwa per 31 Maret 2023 terdapat kurang bayar pungutan ekspor tahun 2022 sebanyak 78 transaksi sebesar Rp26.609.494.419,00 yang masih dalam proses/belum ditetapkan dengan Surat Penetapan Perhitungan Pungutan Ekspor Sawit (SP3ES).
Selain itu, berdasarkan hasil penelusuran terhadap Surat Penetapan Kembali Perhitungan Bea Keluar (SPKPBK) yang diterbitkan KPPBC TMP C Kuala Tanjung, dan Surat Penetapan Perhitungan Bea Keluar (SPPBK), KPPBC TMP B Dumai dan KPUBC Tipe A Tanjung Priok atas kegiatan ekspor kelapa sawit dan produk turunannya tahun 2022, diketahui terdapat kegiatan ekspor yang telah diterbitkan SPPBK/SPKPBK-nya namun belum dilakukan penghitungan kurang bayar Pungutan Ekspor-nya.
Adanya peluang kurang penerimaan pungutan Ekspor yang belum diperhitungkan sebesar Rp67.228.100.830,78 yaitu atas SPPBK/SPKPBK pada KPPBC TMP C Kuala Tanjung sebesar Rp14.282.254.510,26, KPPBC TMP B Dumai sebesar Rp52.738.424.298,02 dan KPUBC Tipe A Tanjung Priok sebesar Rp207.422.022,50.
Video Pilihan:
Menurut BPK, kondisi tersebut tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga berakibat nilai pungutan ekspor yang dilaporkan oleh BPDPKS tahun 2022 tidak akurat. BPK juga menyimpulkan adanya indikasi kurang penerimaan pungutan Ekspor sebesar Rp16.998.631.140,00 dan adanya peluang kurang penerimaan pungutan Ekspor sebesar Rp67.228.100.830,78.* (YG)
•Yogi Ris'
• Redaksi | mediadata.co.id | 2024
VIDEO BATA RINGAN