• Headline
  • H⭕rizon
  • Review
  • About us






  • 24/09/22

    Program Konversi LPH

    Ke Kompor Listrik Induksi


    Image: istimewa


    mediadata- Setelah program konversi minyak tanah ke LPG yang menyebabkan konsumsi LPG terus meningkat, kini terdapat rencana program konversi LPG ke kompor listrik induksi. Program ini antara lain untuk menekan impor LPG dan subsidi LPG yang cenderung meningkat. Disisi lain, penyediaan LPG dari kilang LPG dan kilang minyak di dalam negeri terbatas. Sedangkan PLN mengalami oversupply kapasitas listrik sekitar 6 giga watt (GW). 


    Terkait hal itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan pemerintah akan mengurangi peredaran LPG 3 kg yang selama ini masuk dalam barang subsidi. Pengurangan jumlah tabung gas melon akan dilakukan secara bertahap. Arifin menuturkan, saat ini pemerintah bersama PT PLN sedang menggencarkan program konversi kompor gas menjadi kompor listrik atau induksi untuk rumah tangga. 


    Konversi ini menjadi salah satu upaya mengurangi subsidi LPG 3 kilogram. Walaupun begitu, Arifin belum bisa memastikan apakah LPG 3 kg akan dihapus seiring banyaknya produk alternatif. Dia hanya berharap beban subsidi LPG 3 kg yang mayoritas masih diimpor bisa terus ditekan tahun demi tahun. Diminimalkan, tapi ini kan it takes time (butuh) beberapa tahun. 


    Sementara itu, Direktur Utama PT PLN Darmawan Prasodjo mengatakan program konversi kompor listrik untuk rumah tangga bisa menghemat APBN hingga Rp 16,8 triliun untuk 15,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM) per tahun. 


    Darmawan menjelaskan, angka tersebut didapat dari proses uji coba yang sedang dilakukan PLN mulai tahun ini hingga tahun 2025. Untuk tahun 2022 ini, program konversi kompor induksi ditargetkan pada 300.000 KPM. Penghematan ini dari fakta bahwa per kilogram LPG, biaya keekonomiannya adalah sekitar Rp 20.000 sedangkan per kilogram listrik ekuivalen biaya keekonomiannya adalah sekitar Rp 11.300 per kilogram listrik ekuivalen kata Darmawan. 


    Impor LPG serap devisa US$ 4,08 miliar 

    Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004, LPG adalah gas hidrokarbon yang dicairkan dengan tekanan untuk memudahkan penyimpanan, pengangkutan, dan penanganannya yang pada dasarnya terdiri dari propana, butana, dan campuran keduanya.


    Selama 2017-2021, impor LPG meningkat dari 5,48 juta ton senilai US$ 2,7 miliar pada 2017 menjadi 6,41 juta ton senilai US$ 4,08 miliar pada 2021. Sementara selama Jamuari-Juni 2022, impor LPG telah mencapai 3,33 juta ton dengan nilai US$ 2,71 miliar.




    Tabel –

    Perkembangan impor LPG menurut volume & nilai,

    2017-2022*)

    *) Januari - Juni

    Sumber : BPS/Mediadata


    Meningkatnya impor LPG antara lain karena produksi LPG domestik cenderung menurun yang disebabkan beberapa kilang LPG berhenti beroperasi akibat tidak memperoleh bahan baku gas bumi.


    Sebagai gambaran, total kapasitas kilang LPG nasional tahun 2021 menurun dibanding tahun 2020. Hal tersebut dikarenakan PT Yudistira Energi berhenti beroperasi pada April 2021 bersamaan dengan berakhirnya Izin Usaha Pengolahan Gas Bumi. PT Yudistira Energi tidak melakukan perpanjangan Izin Usaha karena tidak mendapat pasokan bahan baku gas bumi. Selain itu, kilang LPG Pertamina Mundu sudah tidak beroperasi sejak Mei tahun 2016 karena tidak mendapat pasokan bahan baku gas bumi.


    Sementara itu, untuk pengembangan dan pembangunan kilang LPG baru berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan bersama Badan Usaha Pengolahan Gas Bumi, terdapat empat kendala yang dihadapi oleh Badan Usaha Pengolahan Gas Bumi, yaitu:


    a. Ketersediaan pasokan bahan baku gas bumi, baik dari sisi volume dan komposisi propana dan butana (C3 dan C4);

    b. Harga bahan baku gas bumi yang variatif dan ada Badan Usaha Pengolahan Gas Bumi yang harga bahan bakunya menetapkan ekskalasi per tahunnya;

    c. Adanya pengaliran gas dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama Migas (KKKS) kepada PT PGN, PT Petrokimia Gresik dan perusahaan lainnya di mana gas tersebut masih mengandung propana dan butana (C3 dan C4) yang dapat diolah menjadi LPG;

    d. Jangka waktu kersajasama pemrosesan gas yang singkat untuk Badan Usaha Pengolahan Gas Bumi yang hanya menerima processing fee.


    Tahun 2022, subsidi LPG 3 kg capai Rp 134,8 triliun 

    Subsidi LPG 3 kg masih banyak dinikmati kalangan masyarakat mampu. PT PLN  mencatat, ada jutaan rumah tangga yang memiliki kemampuan keuangan tapi masih menggunakan LPG bersubsidi. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menyebut, temuan tersebut berdasarkan hasil pendataan pihaknya di lapangan. 


    Adapun pengguna LPG 3 kg itu juga merupakan pelanggan listrik PLN. Pengguna LPG 3 kilogram ternyata adalah pelanggan PLN. PLN sendiri sudah berusaha mengidentifikasi by name by address. 


    Pelanggan PLN yang dimaksud di antaranya golongan 450 VA Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), 450 VA non DTKS, 900 VA DTKS, 900 VA Non DTKS, hingga pelanggan non subsidi listrik seperti golongan 1.200 VA dan 2.200 VA. Darmawan merinci, pelanggan rumah tangga non subsidi atau 900 VA Non DTKS mencapai 24,5 juta, ternyata hampir 100% juga menggunakan LPG 3 kg. Menariknya, dari 12,6 juta pelanggan 1.300 VA 75% di antaranya menggunakan LPG bersubsidi. 


    Hal yang sama juga terjadi untuk pelanggan 2.200 VA, dari 3,7 juta pelanggan sekitar 2,8 juta pengguna LPG 3 kg. Sehingga dari 12,6 juta sekitar 9,5 juta pengguna LPG 3 kg. Dari pelanggan 2.200 VA 3,7 juta, 2,8 juta diantaranya pengguna LPG 3 kg. 


    Sementara itu, dari 9,6 juta golongan 450 VA DTKS atau kelompok rumah tangga miskin, 90,9% di antaranya menggunakan LPG bersubsidi. Kemudian, untuk 450 VA Non DTKS dan ini juga masih bersubsidi 14,8 juta itu juga 100 persen pengguna kompor LPG 3 kg. Dan di sini masih ada satu kelompok yaitu 900 VA yang masuk kategori keluarga miskin di DTKS 8,4 juta itu juga 100% menggunakan kompor LPG. katanya. Pada tahun 2022 ini dana sebesar Rp 134,8 triliun untuk subsidi LPG 3 kg. Kementerian Keuangan memperkirakan 68% atau Rp 91,7 triliun dari alokasi subsidi LPG tidak tepat sasaran.


    Anggaran pengadaan kompor listrik sekitar Rp 540 miliar 

    Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memastikan produksi kompor listrik dalam negeri mencapai 5 juta unit pada 2023. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier mengatakan kemampuan produksi perusahaan kompor listrik dalam negeri masih 300 ribu unit pada 2022.


    Setelah mendapatkan spesifikasi kompor listrik yang akan dibagikan dalam program konversi LPG 3 kg ke kompor listrik, maka perusahaan akan menambah produksi menjadi 5 juta unit per tahun mulai 2023. Beberapa perusahaan yang existing memproduksi kompor listrik akan menambah investasinya khusus di kompor induksi. Tahun 2023 5 juta, 2024 5 juta, 2025 5 juta ujar Taufiek.


    Perusahaan yang akan memproduksi 5 juta kompor listrik pada 2023 adalah PT Adyawinsa Electrical and Power sebanyak 1,2 juta unit, PT Maspion Elektronik 300 ribu unit, PT Hartono Istana Teknologi 1 juta unit. Kemudian, PT Selaras Citra Nusantara Persada 300 ribu unit, Sutrado 1 juta unit dan perusahaan lainnya 1,2 juta unit.


    Taufiek mengatakan Kementerian Perindustrian hanya bertugas membina industri agar dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sehingga Kemenperin tidak masuk dalam pengadaan, harga dan lainnya. 


    Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan pemerintah akan memberikan paket kompor listrik secara gratis kepada 300 ribu rumah tangga yang menjadi sasaran tahun 2022 ini.


    Nantinya, rumah tangga penerima paket kompor listrik ini adalah yang terdaftar di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Paket tersebut terdiri dari satu kompor listrik, satu alat masak dan satu Miniature Circuit Breaker (MCB) atau penambah daya khusus untuk kompor listrik.


    Rida menjelaskan harga paket kompor listrik ini sekitar Rp 1,8 juta, sehingga jika sasarannya 300 ribu rumah tangga, maka anggaran yang dibutuhkan tahun 2022 ini sekitar Rp 540 miliar. Meski demikian, Rida mengatakan masih bisa ada perubahan. Sebab, ada masukan agar data kompor listrik yang dibagikan dinaikkan.


    Saat ini, daya yang bakal dibagikan sebesar 800 watt untuk dua tungku. Namun, ada masukan agar dayanya dinaikkan menjadi 1.000 watt. Perencanaan awal, sama-sama dua tungku, awalnya 800 watt, sekarang mau dinaikkan lagi salah satunya 1.000 MW. 


    Apabila perubahan daya dilakukan, maka kata Rida akan ada tambahan anggaran untuk satu paket kompor listrik. Misalnya, saat ini dengan daya 800 watt itu Rp1,8 juta, maka dengan daya 1.000 watt bisa mencapai Rp 2 juta per paket. (r/s)




     Red



    Bagikan

    Komentar & Pesan

    Nama
    Email *
    Pesan *
    Pesan dan komentar Anda tidak di publikasikan. Terimakasih.
            
     
    WAKTU SAAT INI:
    Follow:
    Facebook  Twitter  Instagram  Youtube  
    mediadata.co.id - News & Report   





      Tidak ada komentar: