• Headline
  • H⭕rizon
  • Review
  • About us






  • Tak Sempat Mengurus Jenazah Orang yang Dicintai

    Nuryasin saat diwawancarai










    “Akhirnya, komandan menunjuk saya bersama anggota Timsus Pemulasaraan Ditsamapta PMJ untuk melakukan proses pemulasaraan jenazah COVID-19,” ungkap perwira yang sudah menunaikan ibahadah haji ini.

    Sebelumnya, menurut Nuryasin, ada satu kompi personel yang ditunjuk menjalankan tugas kemanusiaan untuk mengurus jenazah COVID-19. Namun, hanya 14 orang yang secara sukarela bersedia bergabung dalam tim ini.

    “Saya mencoba meyakinkan rekan-rekan yang 14 orang. Dengan mengucap bismillah, kalau bukan kita yang menjalankan tugas ini, siapa lagi yang akan melakukan fardu kifayah jenazah COVID-19. Alhamdulillah, akhirnya rekan-rekan tergerak hatinya dan ikhlas menjalankan tugas ini,” katanya.

    Bukan semata-mata penugasan dari komandan yang melatarbelakangi Nuryasin terlibat dalam Timsus Pemulasaraan Jenazah COVID-19. Dia juga termotivasi berkat pengalamannya sebagai tokoh masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Sejak tahun 1994, sosok polisi bersahaja ini memang dipercaya warga menjadi Ketua RW sekaligus menjadi Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) di lingkungan tempat tinggalnya.

    “Kalau ada warga di lingkungan tempat tinggal saya yang meninggal, sudah otomatis menjadi tanggung jawab Ketua DKM untuk mengurus pemulasaraan jenazahnya. Jadi, saya sudah terbiasa mengurus jenazah warga, mulai dari memandikan, mengafani, menyalatkan hingga menguburkan,” paparnya.

    Tak Sempat Mengurus Jenazah Orang yang Dicintai
    Hal lain yang mendorong Nuryasin merasa ikhlas mengurus pemulasaraan jenazah terkait dengan orang-orang yang dia cintai. Ketika kedua orangtuanya, kakak, nenek, dan yang terakhir adik kandungnya meninggal pada Desember 2017, Nuryasin tidak bisa hadir untuk menunaikan fardu kifayahnya. Kampungnya di Nganjuk, Jawa Timur, yang jauh dari Jakarta membuat Nuryasin tak mampu mengejar waktu untuk menghadiri dan mengurus jenazah keluarga besaranya.

    “Saya tidak bisa hadir untuk mengurus jenazah orang-orang yang saya cintai. Karena itu, setiap ada yang meninggal, saya selalu berusaha untuk ikut merawat jenazahnya,” ujarnya.

    Namun, mengurus jenazah orang yang meninggal secara normal tentunya berbeda dengan jenazah korban COVID-19. Sebagai manusia biasa, Nuryasin mengaku tetap diliputi rasa takut terpapar virus ketika melakukan pemulasaraan jenazah COVID-19. Namun, rasa takut itu lambat laun dapat dia atasi berkat alat pelindung diri (APD) lengkap yang dia pakai setiap bertugas menunaikan fardu kifayah jenazah COVID-19.

    “Semua orang pasti merasa takut terpapar virus COVID-19 ini. Untuk mengurus jenazah COVID-19, kita harus mengikuti SOP yang sudah ditentukan seperti menggunakan APD yang lengkap,” katanya.

    Mengatasi Ketakutan Keluarga
    Meski demikian, Nuryasin juga harus menghadapi tantangan dari keluarganya sendiri. Sebab, istri dan anak-anaknya juga merasa takut terpapar virus COVID-19. Sebab, bukan mustahil virus ganas ini menempel dalam pakaian Nuryasin saat mengurus jenazah COVID-19 dan membawanya pulang ke rumah.

    Itu sebabnya, sebelum masuk ke rumah, istrinya selalu menyemprotkan disinfektan ke sekujur tubuh  Nuryasin. Dia juga merendam dan mencuci sendiri pakaiannya tanpa menggunakan mesin cuci.

    Selain ikhtiar, Nuryasin juga berusaha meyakinkan istri dan anak-anak. “Bismillah, kita harus ikhlas menerima apapun yang ditakdirkan oleh Allah SWT. Mudah-mudahan kita semua diberikan kesehatan dan keselamatan. Niat itu saja yang saya sampaikan kepada keluarga,” tuturnya.
    (Saparuddin Siregar)










    Follow:



    Facebook  Twitter  Instagram  Youtube