• Headline
  • H⭕rizon
  • Review
  • About us






  • 01/07/21

    Pailit

    Redaksi dan Percetakan H.U Pikiran Rakyat “Diratakan”

    Usai Dilelang

    Oleh : Husni Agus (Kabiro Jabar)


    MEDIADATA – Meski belum mengumumkan pailit secara formal, perusahaan media terbesar di Jawa Barat, PT. Pikiran Rakyat Bandung (PRB), sudah melego  sejumlah asset  yang ada melalui balai lelang negara. Salah satunya, bangunan redaksi dan percetakan di Jalan Soekarno-Hatta  No. 147, yang sejak tahun 90-an menjadi sentra kegiatan industri pers dalam menerbitkan Harian Umum Pikiran Rakyat dan anak-anak penerbitan lainnya.


    Bangunan redaksi dan percetakan yang berdiri di tanah seluas 4000 meter persegi itu, kini sudah diratakan dengan tanah sesuai keinginan pihak “pembeli” melalui balai lelang negara. Mesin cetak suratkabar merk Goss Printing Press, yang berada di bangunan lama percetakan PT. Granesia sebagai bagian dari Grup Pikiran Rakyat, juga sudah tidak ada di tempatnya. 


    “Mesin cetak di gedung percetakan baru yang berada di sebelah percetakan lama  sudah pasti akan segera dikosongkan. Saya kurang tau apakah mesin cetak baru tersebut dijual terpisah atau dipindahkan lokasi ke percetakan PT. Granesia di Sekelimus, tapi rasanya tidak mungkin dipindahkan karena mesin cetak baru tersebut membutuhkan bangunan khusus yang tinggi karena mesin cetak tersebut memanjang ke atas seperti tower,” ungkap sumber  mediadata.co.id.


    Kini, tiras suratkabar Pikiran Rakyat (PR) hanya 20 ribu eksemplar, atau berkurang  60%  lebih dari rata-rata tiras cetak tahun-tahun sebelumnya yang mencapai 75 ribu eksemplar setiap harinya. “Dari jumlah tiras sebesar itu, sekitar 50% hanya untuk memenuhi pasar  Kota Bandung, sisanya untuk daerah-daerah lain di  Jawa Barat, termasuk Banten sebelum menjadi provinsi,” ungkap pengamat media yang  tidak mau disebutkan namanya.


    Menurutnya, suratkabar Pikiran Rakyat  (PR) sebagai “mesin pendulang uang” industri  kelompok usaha  PT. Pikiran Rakyat Bandung (PRB) bukan  jenis suratkabar berlangganan sepertihalnya suratkabar Kompas, melainkan suratakbar eceran yang sangat bergantung kepada kebutuhan konsumen hari per hari  ketika membeli  suratkabar Pikiran Rakyat. 


    “Sebelum marak media online, tiras koran PR bisa tinggi di atas 75 ribu eksemplar bila Persib main, karena konsumen di tingkat eceran ingin mencari tahu mengenai hasil pertandingan Persib. Begitupula bila ada peristiwa-peristiwa luar biasa, baik di tingkat regional, nasional maupun internsional yang menyita perhatian konsumen sesaat,” lanjutnya.


    Sumber mediadata.co.id  itu menambahkan,  kekuatan  suratkabar Pikiran Rakyat sebagai “mesin pendulang uang”  bukan terletak pada halaman berita-beritanya tetapi pada halaman  “Iklan Mini” yang bila diakhir pekan bisa sampai 4 halaman penuh. “Ini uang ratusan juta yang setiap harinya diterima Pikiran Rakyat dibandingkan iklan display yang pembayarannnya nganjuk (tidak kontan) dari biro-biro iklan besar di Jakarta, bahkan tidak sedikit yang macet pembayarannya sampai miliaran rupiah,”  ungkapnya.


    Kekuatan ini tidak pernah disadari oleh pengelola PT. PRB, pasca kepemimpinan  almarhum Atang Ruswita, sehingga keliru dalam mengelola eksistensi koran  PR dan sulit bersaing  dengan Tribun Jabar (anak perusahaan PT. Gramedia-Kompas) yang juga menyasar pasar eceran. “Yang saya tau, dulu almarhum Atang Ruswita punya visi untuk menjadikan PR sebagai koran nasional yang terbit di daerah setelah mengambil alih suratkbar  GALA  untuk ditargetkan sebagai pendamping, khusus suratkabar daerah lokal Bandung. Namun, visi tersebut tak pernah bisa terlaksana sepeninggalan almarhum Atang Ruswita,  malah realitasnya PR dan Galamedia saling berebut pasar, khususnya di Kota Bandung,”  ungkap pengamat media yang dekat dengan almarhum Atang Ruswita.


    Sebenarnya, ketika terjadi krisis moneter di Indonesia tahun 1997 yang juga mempengaruhi industri pers di tanah air, almarhum Atang Ruswita sudah punya visi untuk mengintegrasikan seluruh kegiatan industri pers Grup Pikiran Rakyat dalam satu atap, tidak tercecer di berbagai tempat. “Ini sebagai langkah efisiensi, pengembangan dan pengawasan yang beliau rasakan sangat penting.  Beliau sudah mengincar lahan lelang sitaan kasus BLBI yang tembus ke lahan percetakan PT. Granesia di Sekelimus, sayang beliau keburu sakit-sakitan dan meninggal tanpa mewariskan visi tersebut kepada penerusnya,” lanjut sumber mediadata.co.id 

    Ketika ditanya soal keterpurukan suratkabar Pikiran Rakyat saat ini, sumber mediadata.co.id   tidak menyangkal pernyataan atau pendapat  yang menilai  faktor mismanajemen sebagai penyebabnya.***


       



    Bagikan

    Komentar & Pesan

    Nama
    Email *
    Pesan *
    Pesan dan komentar Anda tidak di publikasikan. Terimakasih.
    _______________________________________          Adv
    __________________________________________________ 
    WAKTU SAAT INI:
    Follow:
    Facebook  Twitter  Instagram  Youtube   
    mediadata.co.id - News & Report   

    Tidak ada komentar: