• Headline
  • H⭕rizon
  • Review
  • About us








  • BABAK  BARU INDUSTRI SMELTER NIKEL DI INDONESIA
    8/11/20 

    Latar belakang 

    Selama 2019, Indonesia menjadi produsen bijih nikel terbesar di dunia. Berdasarkan catatan Badan Geologi Kementerian ESDM, total produksi nikel dunia pada tahun 2019 mencapai 2.668.000 ton Ni.


    Kepala Badan Geologi, Eko Budi Lelono mengatakan, produksi bijih nikel Indonesia sebanyak 800.000 ton Ni pada tahun lalu atau menjadi yang terbesar di dunia. Berikutnya adalah Filipina sebanyak 420.000 ton Ni dan Rusia 270.000 ton Ni, Kaledonia Baru sebesar 220.000 ton Ni dan negara lainnya dengan total 958.000 ton Ni.


    Sementara itu, sumber daya dan cadangan nikel Indonesia juga masih cukup tinggi. Hingga Juli 2020, total neraca sumber daya bijih nikel Indonesia mencapai 11,88 miliar ton. Cadangan bijih nikel hingga Juli 2020 mencapai 4,34 miliar ton dan total cadangan logam nikel sebesar 68 juta ton.


    Sementara itu, terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 55/2019 tentang Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan dan kebijakan mengenai percepatan larangan ekspor bijih nikel kadar rendah per 1 Januari 2020 telah mendorong kinerja perusahaan pertambangan nikel di dalam negeri. 


    MIND ID rampungkan pembelian 20% saham divestasi Vale Indonesia

    Mining Industry Indonesia (MIND ID) bersama dengan pemegang saham mayoritas PT Vale Indonesia (PTVI), yaitu Vale Canada Limited (VCL) dan Sumitomo Metal Mining Co., Ltd. (SMM), telah merampungkan transaksi pembelian 20% saham divestasi PTVI pada 7 Oktober 2020. Mining Industry Indonesia (MIND ID) sendiri merupakan Holding Industri Pertambangan Indonesia yang beranggotakan PT Aneka Tambang (Antam), PT Bukit Asam, PT Freeport Indonesia, PT Inalum dan PT Timah.


    VCL telah melepas sahamnya sebesar 14.9% dan SMM sebesar 5.1% seharga Rp 2.780 per lembar saham atau senilai total Rp 5,52 triliun. Dengan rampungnya transaksi ini, maka kepemilikan saham di PTVI berubah menjadi VCL 44.3%, MIND ID 20%, SMM 15% dan publik 20.7%. 


    Rampungnya transaksi ini, menandai dimulainya kerja sama strategis jangka panjang antara MIND ID dan PTVI. Pemerintah menunjuk PT Indonesia Asahan Aluminium, yang lebih dikenal dengan MIND ID sebagai wakil pemerintah dalam pelaksanaan divestasi saham ini. Divestasi 20% saham PTVI ini merupakan kewajiban dari amandemen Kontrak Karya (KK) pada tahun 2014 antara PTVI dan Pemerintah Republik Indonesia.


    Partisipasi MIND ID di perusahaan tambang dunia, merupakan keberhasilan dalam menjaga dan menarik investasi perusahaan global ke industri pertambangan nasional. Kerjasama MIND ID dan PTVI akan menjadi sinergi yang saling menguntungkan dan saling melengkapi untuk memajukan industri pertambangan. 


    Selain itu, partisipasi MIND ID di PTVI menjadi langkah strategis agar Indonesia dapat mengambil posisi yang kuat untuk mengamankan pasokan bahan baku industri hilir berbasis nikel. Komoditi ini adalah salah satu sumber daya strategis dan penting bagi dunia dimana nikel telah menjadi bahan baku utama baterai untuk kendaraan listrik dan juga untuk infrastruktur penyimpan listrik.


    Aneka Tambang (Antam) investasi proyek baterai nikel US$ 12 miliar

    Pemerintah terus mendorong pengembangan kendaraan ramah lingkungan. Selain mengurangi polusi udara, kendaraan listrik dapat menekan penggunaan bahan bakar fosil yang cenderung meningkat di sektor transportasi. Oleh karena itu, pemerintah terus menyempurnakan regulasi kendaraan listrik, termasuk infrastruktur pendukungnya, mulai dari industri baterai hingga sarana dan fasilitas isi ulang baterai.


    Untuk itu, setelah merampungkan transaksi transaksi pembelian 20% saham divestasi PTVI, holding pertambangan Mining Industry Indonesia (MIND ID) merencanakan untuk membangun industri baterai berbahan baku nikel. BUMN yang akan mengerjakan proyek ini adalah PT Aneka Tambang, PT Pertamina dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).


    CEO Group Mind Id, mengatakan, Mind Id dan anak usahanya Aneka Tambang akan menangani sektor hulu pertambangan, kemudian produk tengah (intermediate) hingga hilir akan dipegang Pertamina dan PLN. Saat ini, ketiga BUMN tengah menyusun skema pembentukan PT Indonesia Baterai.


    Holding Indonesia Baterai akan menggandeng mitra dan membentuk perusahaan patungan atau joint venture (JV). Ada dua proyek hilirisasi nikel menjadi baterai yang akan dikerjakan konsorsium tersebut. Rencananya, proyek itu terintegrasi dari hulu hingga hilir dengan memenuhi value chain industri domestik.


    Hingga kini, terdapat dua calon investor yang dijajaki, yaitu perusahaan asal China dan Korea Selatan, dengan nilai investasi dari hulu hingga hilir untuk kedua proyek baterai itu mencapai US$ 12 miliar atau setara Rp 176,4 triliun. Sementara sumber pendanaan kedua proyek itu akan dipenuhi melalui ekuitas para pemegang saham serta pinjaman perbankan domestik. 


    Produk baterai dari kedua proyek untuk mendukung keperluan kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) dan penyimpanan energi listrik (storage) khususnya dalam rangka melengkapi pemanfaatan energi surya.


    Untuk pasokan nikel sebagai bahan baku, saat ini BUMN melalui Mind Id menguasai 30,4% cadangan nikel di Indonesia, yang dimiliki Aneka Tambang dan PT Vale Indonesia. 



    Perkembangan kinerja segmen nikel Aneka Tambang (Antam)

    Pada tahun 2019, Antam menjadi salah satu produsen feronikel berbiaya rendah dengan biaya tunai sebesar US$ 3,95 per pon nikel. Sejalan dengan tren peningkatan harga nikel dunia, yang didukung naiknya konsumsi nikel global, Antam optimis untuk dapat meningkatkan marjin keuntungan dari bisnis nikel di tahun 2020.


    Outlook positif bisnis nikel Antam di 2020 ditopang dengan target produksi dan penjualan feronikel yang solid masing-masing sebesar 27.000 TNi sejalan dengan peningkatan utilisasi operasi pabrik Feronikel Pomalaa.


    Pada tahun 2020, Antam melanjutkan pembangunan pabrik Feronikel di Halmahera Timur yang akan dilanjutkan masuk ke fase commissioning pabrik. Melalui efisiensi dan inovasi berkelanjutan serta ketersediaan bahan baku bijih nikel berkualitas baik, peningkatan ekspektasi produksi feronikel dan semakin optimalnya operasi PLTU Batubara Pomalaa di tahun 2020, biaya tunai feronikel akan semakin dapat diturunkan ditengah trend kenaikan outlook harga minyak dunia dan batu bara.


    Kapasitas produksi feronikel sebesar 40.500 ton per tahun

    Segmen operasi nikel terdiri dari komoditas feronikel dan bijih nikel. Antam mengoperasikan tambang nikel Pomalaa di Sulawesi Tenggara dan tambang nikel Pakal di Maluku Utara. Selain itu, Antam juga mengolah bijih nikel yang ditambang pada pabrik feronikel yang berlokasi di Pomalaa, Sulawesi Tenggara.


    Program hilirisasi komoditas nikel oleh Antam, dimulai dari pembangunan Pabrik FeNi I dengan kapasitas 4.500 ton nikel dalam feronikel (TNi) pertahun mulai beroperasi komersial pda tahun 1976, Proyek Ekspansi FeNi II dengan kapasitas 5.500 TNi per tahun beroperasi komersial pada tahun 1995, Proyek Remodernization Furnace II mengubah teknologi pendingin menjadi Cooper Cooler type menaikkan kapasitas Electric Smelting Furnace II menjadi kapasitas 6.000 TNi pertahun dan beroperasi komersial pada tahun 2004. Proyek Ekspansi FeNi III dengan kapasitas 15.000 TNi pertahun dan mulai beroperasi pada komersial pada tahun 2007, Proyek P3FP bukan proyek terintegrasi sepenuhnya terdiri dari 8-paket proyek lepasan, sehingga saat ini fasilitas produksi Antam di Pomalaa berkapasitas 27.000 TNi. 


    Saat ini, Antam sedang menangani Proyek Pembangunan Pabrik Feronikel Halmahera Timur (P3FH) dengan kapasitas produksi 13.500 TNi pertahun sehingga keseluruhan kapasitas Produksi Pabrik Feronikel Aantam berkapasitas 27.000 TNi per tahun, dan jika ditambah dengan kapasitas pabrik yang sedang dibangun di Tanjung Buli Halmahera Timur Nikel menjadi 40.500 TNi per tahun.


    Proyek Pembangunan Pabrik Feronikel Halmahera Timur (P3FH)

    Sampai dengan tahun 2019, konstruksi pabrik Feronikel Halmahera Timur selalu diupayakan on the right track dengan progres konstruksi mencapai s.d 31 Desember 2019 sebesar 97,75%, dimana pada saat ini tinggal memasang bata tahan api (Refractory) yang baru dapat mulai dipasang jika tenaga listriknya sudah dapat dipastikan tersedia. Seperti diketahui pabrik Feronikel Halmahera Timur line-1 memiliki kapasitas produksi sebesar 13.500 TNi per tahun dengan rencana konstruksi pabrik, awalnya commissioning direncanakan pada triwulan ketiga tahun 2019 namun terkendala karena ketiadaan tenaga listrik. 


    Perkembangan produksi & penjualan feronikel & bijih nikel Antam

    Dari sisi kinerja operasi, Antam mencatatkan pertumbuhan kinerja operasi dan penjualan komoditas utama yang signifikan sepanjang tahun 2019 jika dibandingkan kinerja operasi tahun 2018. Antam kembali mencatatkan volume produksi dan penjualan feronikel tertinggi sepanjang sejarah perusahaan.


    Volume produksi feronikel mencapai 25.713 TNi, naik sebesar 3% dari tahun 2018 sebesar 24.868 TNi. Sementara tingkat penjualan feronikel pada tahun 2019, tumbuh sebesar 9% mencapai 26.212 TNi jika dibandingkan penjualan 2018 yang sebesar 24.135 TNi. Jika dibandingkan dengan target komoditas feronikel yang ditetapkan pada tahun 2019, realisasi produksi feronikel mencapai 85% dari target total produksi sebesar 30.280 TNi. Sedangkan capaian volume penjualan feronikel mencapai 87% dari target tahun 2019. Sepanjang tahun 2019, produksi feronikel sepenuhnya dipenuhi dari operasi pabrik feronikel Antam di Pomalaa yang saat ini memiliki kapasitas produksi terpasang hingga 27.000 TNi per tahun. 


    Penjualan feronikel merupakan kontributor terbesar kedua dari total penjualan bersih, dengan kontribusi sebesar Rp 4,87 triliun atau 15% dari total penjualan bersih 2019. Nilai penjualan feronikel pada tahun 2019 naik sebesar 4% dibandingkan nilai penjualan feronikel tahun 2018 sebesar Rp 4,69 triliun.


    Di tahun 2019, volume produksi bijih nikel yang digunakan dalam produksi feronikel serta penjualan domestik dan ekspor tercatat sebesar 8,70 juta wmt yang terdiri dari bijih nikel kadar tinggi dan bijih kadar rendah.


    Total produksi bijih nikel Antam pada 2019 mencapai sebesar 93% dibandingkan volume produksi tahun 2018 sebesar 9,32 juta wmt. Dari sisi penjualan, Antam mencatatkan total volume penjualan bijih nikel sebesar 7,62 juta wmt. Capaian penjualan bijih nikel ini tercatat naik 20% dibandingkan volume penjualan tahun 2018 sebesar 6,34 juta wmt. Perusahaan mencatatkan pendapatan dari bijih nikel pada 2019 sebesar Rp 3,71 triliun atau tumbuh sebesar 27% dibandingkan nilai penjualan bijih nikel pada periode 2018 sebesar Rp 2,93 triliun.


    Secara keseluruhan, segmen nikel Antam mencatatkan penjualan bersih sebesar Rp 8,58 triliun atau naik 13% dibandingkan penjualan bersih tahun 2018 sebesar Rp 7,62 triliun. 


    Tabel –

    Perkembangan produksi & penjualan feronikel & bijih nikel Antam, 2018-2019

    Uraian

    Feronikel (TNi)

    Bijih nikel (Juta wmt)


    2018

    2019

    2018

    2019

    Produksi

    24.868

    25.713

    9,32

    8,70

    Penjualan

    24.135

    26.212

    6,34

    7,62

    Sumber : Antam


    Peningkatan volume produksi feronikel Antam didukung dengan tercapainya stabilitas operasi pabrik feronikel di Pomalaa saat ini. Pada tahun 2019, pabrik feronikel Pomalaa berada dalam periode ramp up untuk meningkatkan utilitas produksi, setelah pada 2017 Proyek Perluasan Pabrik Feronikel Pomalaa (P3FP) telah memasuki periode operasi komersial. Dengan selesainya P3FP pada tahun 2017, meningkatkan kapasitas terpasang pabrik feronikel Antam di Pomalaa menjadi 27.000 TNi dari sebelumnya 18.000 TNi per tahun. Proyek ini juga mencakup pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batu bara berkapasitas 2 x 30MW, pembangunan Rotary Kiln-4 serta upgrading fasilitas pendukung pabrik seperti jetty dan belt conveyors.


    Volume penjualan feronikel juga mencatat peningkatan sejalan dengan kenaikan volume produksi. Produk feronikel Antam sepenuhnya diserap oleh pasar ekspor dengan  pelanggan sebagian besar merupakan industri baja tahan karat yang tersebar di Asia Timur (Korea Selatan, Tiongkok & Taiwan) dan Asia Selatan (India).


    Untuk bijih nikel, peningkatan produksi dan penjualan Antam yang signifikan pada tahun 2019 didukung dengan diterimanya izin ekspor bijih nikel kadar rendah dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) serta tumbuhnya permintaan dari smelter pihak ketiga domestik untuk pemenuhan bahan baku smelter tersebut. Destinasi ekspor bijih nikel Antam pada tahun 2019 mencakup Tiongkok, Jepang dan Ukraina.


    Untuk mendukung peningkatan target produksi feronikel, pada tahun 2020 Antam menargetkan total produksi bijih nikel sebesar 4,15 juta wet metric ton (wmt). Tingkat produksi tersebut disesuaikan dengan kebutuhan bijih nikel yang akan digunakan sebagai bahan baku produksi feronikel Antam dan untuk mendukung penjualan bijih nikel di dalam negeri. Sedangkan total penjualan bijih nikel Antam tahun 2020 ditargetkan sebesar 1,80 juta wmt yang ditujukan untuk memenuhi permintaan pelanggan smelter pihak ketiga di dalam negeri.


    Dengan estimasi peningkatan produksi dan penjualan di tahun 2020 dan outlook harga komoditas yang positif serta permintaan pasar yang likuid, Antam memprediksi segmen nikel akan berkontribusi signifikan untuk mendukung pertumbuhan bisnis Antam di masa depan.


    Perkembangan harga nikel  di pasar dunia

    Dunia membutuhkan nikel sebagai bahan pembuatan baja nirkarat, alloy, plating, baterai dan lainnya yang banyak digunakan untuk konstruksi, industri otomotif, serta industri energi. Saat ini kebutuhan nikel dunia dipasok beberapa negara, dan Indonesia sendiri saat ini menguasai kurang lebih 20% total ekspor nikel dunia.


    Pasar nikel dunia di tahun 2019 semakin berkembang dengan tumbuhnya permintaan dan penawaran produk nikel. Kenaikan permintaan terutama dari industri stainless steel, sedangkan kenaikan pasokan produk nikel di dorong oleh mulai beroperasinya smelter-smelter rotary kiln electric furnace (RKEF) baru/tambahan di Indonesia yang terutama berlokasi di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah. 


    Sementara itu, isu terbitnya kebijakan mengenai percepatan pemberlakuan larangan ekspor bijih nikel berkadar rendah dari Indonesia yang dimulai Juli 2019 sampai dengan diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM No. 11 tahun 2019 tanggal 28 Agustus 2019 telah memicu kenaikan harga nikel di pasar global. 


    Dengan keluarnya peraturan ini, maka mulai 1 Januari 2020, ekspor nikel kadar <1.7% keluar negeri dihentikan. Sebelumnya selama Agustus sampai Desember 2019, terjadi pengiriman bijih nikel ke luar negeri dalam jumlah yang besar, yang dikuatirkan menyebabkan market over supply. Sehingga hal tersebut menyebabkan penurunan harga nikel di triwulan ke-empat 2019.


    Sementara itu, meski mengalami penurunan produksi di triwulan pertama sebagai akibat dari proyek Larona Canal Lining dan juga masalah yang terjadi pada tanur listrik 4, namun salah satu perusahaan pertambangan nikel di dalam negeri yaitu PT Vale Indonesia (VI) tetap memberikan kontribusi besar bagi pasokan nikel Indonesia ke pasar dunia di tahun 2019. Setelah kegiatan pemeliharaan diselesaikan pada Mei 2019, VI mampu meningkatkan produksi secara stabil pada triwulan selanjutnya, sehingga mampu mencapai produksi 71.025 ton nikel dalam matte (kadar nikel > 65%).


    Kebutuhan nikel dunia dalam beberapa tahun mendatang, diperkirakan masih cukup tinggi meski industri baja dunia sebagai pasar utama mengalami tekanan permintaan dan isu mengenai Corona Virus (Covid-19) telah menyebabkan penurunan perekenomian dunia utamanya di Cina. 


    Kebijakan pemerintah Indonesia terkait larangan ekspor bijih nikel diperkirakan akan mengurangi produksi nikel pig iron (NPI) di Cina karena berkurangnya pasokan bijih nikel dari Indonesia. Di sisi lain, produksi NPI dari Indonesia akan meningkat sejalan dengan perkembangan pabrik pengolahan & pemurnian (smelter) nikel di Indonesia. Kebijakan banyak negara termasuk Indonesia terkait mobil listrik, juga membantu permintaan nikel dunia tetap terjaga. Ketersediaan pasokan nikel dan permintaan nikel di pasar dunia berpengaruh pada harga nikel. 


    Secara umum harga nikel di pasar dunia pada tahun 2019 mengalami fluktuasi. Setelah tertekan di awal tahun, harga nikel di pasar dunia mengalami peningkatan signifikan di semester kedua tahun 2019. Harga nikel sempat mencapai titik tertinggi di harga US$ 18.625 per ton di bulan September 2019, tertinggi sejak Oktober 2014. 


    Grafik –

    Perkembangan harga nikel dunia,

    2017-2019

    Sumber : Vale Indonesia


    Perkembangan & penjualan nikel matte dari Vale Indonesia 

    Percepatan pemberlakuan larangan ekspor bijih nikel berkadar rendah menjadi 1 Januari 2020 mempengaruhi pasokan bijih nikel untuk kebutuhan global dan memicu kenaikan harga nikel di London Metal Exchange (LME). Sehingga hal ini memberikan dampak positif pada kinerja keuangan Vale Indonesia yang sempat menurun pada  semester pertama 2019, menjadi membaik pada periode triwulan berikutnya. 


    Dalam sisa waktu sampai dengan pada paruh kedua di tahun 2019, pasar merespon dengan melakukan impor terhadap produk bijih nikel Indonesia sebagai buffer. Hal ini juga yang menyebabkan kenaikan persediaan nikel yang menyebabkan tertahannya kenaikan harga nikel, disamping tekanan dari wabah Corona Virus di Cina.


    Sementara itu, kinerja produksi Vale Indonesia pada triwulan pertama 2019 sebesar 13.867 ton, atau lebih rendah 36% dibanding triwulan keempat 2018 sebanyak 20.579 ton. Kinerja penjualan pada triwulan pertama 2019 tercatat 13.867 ton, lebih rendah 34% dari penjualan triwulan keempat 2018. 


    Sedangkan kinerja produksi Perseroan pada triwulan kedua 2019 mencapai 17.631 ton atau lebih tinggi 35% dibandingkan produksi triwulan pertama, karena aktivitas pemeliharaan bendungan Larona telah selesai dilaksanakan. Kinerja penjualan pada triwulan kedua 2019 sebesar 16.966 ton, meningkat 22% dibanding triwulan pertama, dengan total pendapatan meningkat 31% menjadi US$ 165,8 juta yang dipengaruhi kenaikan harga realisasi rata-rata sebesar 7% dibanding triwulan pertama menjadi US$ 9.774 per ton. EBITDA yang dibukukan pada triwulan kedua sebesar US$ 28,8 juta, lebih tinggi dibanding triwulan pertama sebagai pengaruh kenaikan volume penjualan dan harga realisasi rata-rata per metrik ton nikel dalam matte. 


    Di triwulan kedua 2019, Vale Indonesia mengalami isu di tanur listrik nomor 4 yang memerlukan pemeliharaan tidak terencana di periode ini. Karena masalah ini, produksi di triwulan kedua menjadi 7% lebih rendah di bandingkan periode yang sama di tahun 2018.


    Produksi nikel matte pada triwulan ketiga 2019 mencapai 19.820 ton, lebih tinggi 12% dari volume produksi yang direalisasikan pada triwulan kedua sebagai pengaruh dari selesainya aktivitas-aktivitas pemeliharaan utama. Kinerja penjualan pada triwulan ketiga 2019 sebesar 19.999 ton, meningkat 18% dibanding triwulan kedua dengan total pendapatan meningkat 29% menjadi US$ 214,2 juta yang dipengaruhi kenaikan harga realisasi rata-rata sebesar 10% dibanding triwulan kedua menjadi US$ 10.712 per ton. 


    EBITDA yang dibukukan pada triwulan ketiga sebesar US$ 70,3 juta, lebih tinggi dibanding triwulan kedua sebagai pengaruh dari kenaikan volume penjualan dan harga realisasi, serta beban pokok pendapatan per metrik ton nikel matte relatif terjaga.


    Dan kinerja produksi di triwulan keempat 2019 membaik, dengan mencatatkan produksi sebesar 20.494 ton, lebih tinggi 3% dari volume produksi yang direalisasikan pada triwulan ketiga. Angka penjualan pada triwulan keempat 2019 mencapai 21.211 ton, meningkat 6% dibanding triwulan ketiga dengan total pendapatan meningkat 29% menjadi US$ 275,6 juta yang dipengaruhi kenaikan harga realisasi rata-rata sebesar 21% dibanding triwulan ketiga menjadi US$ 12.991 per ton. EBITDA yang dibukukan pada triwulan keempat sebesar US$ 129,2 juta, lebih tinggi dibanding triwulan ketiga sebagai pengaruh dari kenaikan volume penjualan dan harga realisasi, serta beban pokok pendapatan per metrik ton nikel matte relatif terjaga.


    Tabel –

    Perkembangan produksi dan penjualan nikel matte dari Vale Indonesia, 2019

    Periode

    Produksi (Ton)

    Penjualan (Ton)

    Harga rata-rata (US$/ton)

    Triwulan 1

    13.080

    13.867

    9.117

    Triwulan 2

    17.631

    16.966

    9.774

    Triwulan 3

    19.820

    19.999

    10.712

    Triwulan 4

    20.494

    21.211

    12.991

    Total

    71.025

    72.044

    10.855

    Sumber : Vale Indonesia


    Perkembangan ekspor ferronikel

    Selama 2014-2019, ekspor ferronikel dari Indonesia meningkat pesat dari 83.749 ton senilai US$ 292,1 juta pada 2014 menjadi 1,59 juta ton senilai US$ 2,59 miliar pada 2019. Sementara selama Januari - Juli 2020, ekspor ferronikel telah mencapai 1,54 juta  dengan nilai US$ 2,36 miliar. Pesatnya peningkatan ekspor ferronikel sejalan dengan bertambahnya kapasitas produksi smelter nikel di dalam negeri. 


    Pada 2019, ekspor feronikel melonjak sebesar 86,2% menjadi 1,6 juta ton. Hal itu didorong peningkatan kapasitas produksi dan harga rata-rata nikel pada 2019 yang meningkat 6% dibanding harga rata-rata tahun 2018. 


    Beberapa perusahaan eksportir feronikel dari Indonesia diantaranya adalah PT Aneka Tambang (Antam), PT Bintang Timur Steel, PT Century Metalindo, PT Fajar Bhakti Lintas Nusantara, PT Indoferro, PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel, PT Virtue Dragon Nickel Industry, PT Surya Saga Utama dan PT Sulawesi Mining Invesment.


    Tabel –

    Perkembangan ekspor ferronikel, 2014-2020*)

    Tahun

    Volume (Ton)

    Nilai (US$’Juta)

    2014

    83.749

    292.133

    2015

    181.700

    330.332

    2016

    411.438

    571.299

    2017

    1.016.015

    1.331.357

    2018

    846.995

    1.361.124

    2019

    1.593.695

    2.595.557

    2020*)

    1.548.730

    2.365.310

    *) Januari - Juli

    Sumber : BPS/Mediadata


    China penyerap ferronikel terbesar

    China menjadi pasar utama ferronikel yang dihasilkan baik dari pertambangan maupun produk olahannya. Tahun 2019, total nilai ekspor nikel Indonesia dan produk turunannya mencapai US$ 8,3 miliar, naik 38% dari tahun 2018. Selama 2018-2019, ekspor ferronikel ke China naik tajam dari 631.712 ton senilai US$ 900 juta pada tahun 2018 menjadi 1,41 juta ton senilai US$ 2,22 miliar pada 2019.


    Dua negara tujuan ekspor ferronikel yang tergolong besar lainnya adalah India dan Korea Selatan, masing-masing dengan volume 98.528 ton dan 71.725 ton pada 2019.



    Tabel –

    Perkembangan ekspor ferronikel menurut negara tujuan,

    2018-2019

    Ton

    US$’000

    Negara Tujuan 

    2018

    2019

    China

    631.712

    1.409.630


    900.048

    2.225.646

    Korea Selatan

    76.979

    71.725


    159.855

    125.458

    India

    79.265

    98.528


    192.509

    208.552

    Taiwan

    58.038

    12.012


    106.991

    33.296

    Lainnya

    1.000

    800


    1.720

    1.188

    Total

    846.995

    1.593.695


    1.361.124

    2.595.557

    Sumber : BPS/Mediadata


    Minat investasi smelter nikel terbanyak

    Berdasarkan catatan KESDM, per Desember 2019, terdapat 67 proyek smelter. Dari total proyek smelter itu, sebanyak 17 diantaranya telah rampung (progres proyek 100%). Sedangkan 50 proyek proyek smelter lainnya masih dalam progres proyek 40-90% dan progres proyek < 40%.


    Menurut jenisnya, minat investor terbanyak adalah membangun smelter nikel, yaitu 41 proyek atau sekitar 61% dari total proyelk smelter yang berjumlah 67. Sebagian besar proyek smelter nikel ini berlokasi di propinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Selain itu, terdapat juga di Halmahera Timur dan Sulawesi Selatan. 


    Seperti diketahui, pertumbuhan kapasitas produksi smelter nikel terbesar terdapat di Sulawesi Tengah melalui kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah. 


    Berdasarkan jenis kemurniannya, nikel yang produksi di Indonesia didominasi oleh nikel pig iron (NPI) atau ferronikel. Sedangkan nikel matte diproduksi Vale Indonesia. Hingga kini, kebutuhan nikel dunia masih didominasi untuk industri stainless steel yang sebesar 71%. Sedangkan untuk kebutuhan industri lainnya masih relatif kecil, seperti baterai yang sebesar 3%.


    Pembangunan smelter di Indonesia sudah mulai beragam. Sedikitnya terdapat enam perusahaan yang merencanakan untuk membangun smelter nikel dengan proses teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL). Dari keenam smelter HPAL itu, lima diantaranya dijadwalkan beroperasi pada tahun 2021 mendatang. Keenam perusahaan yang membangun smelter HPAL itu adalah PT Halmahera Persada Lygend, PT Adhikara Cipta Mulia, PT Smelter Nikel Indonesia, PT Huayue, PT QMB dan PT Vale Indonesia.


    Belakangan satu perusahaan lainnya yaitu PT Trinitan Metals and Minerals (TMM) telah melakukan groundbreaking pembangunan smelter nikel di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Palu, Sulawesi Tengah. Ground breaking ini merupakan tindak lanjut dari Kesepakatan Bersama antara TMM dengan PT Bangun Palu Sulawesi Tengah (BPST) untuk membangun smelter nikel di atas lahan seluas 200 hektare.


    Rencananya TMM akan memindahkan Pilot Plant teknologi Hidrometalurgi Step Temparature Acid Leach (STAL) dari kawasan Cileungsi, Jawa Barat ke KEK Palu. Kemudian akan dilanjutkan dengan pembangunan beberapa mini plant di mulut tambang dengan produk berupa konsentrat. Konsentrat ini akan diproses lebih lanjut di fasilitas main plant di KEK Palu dengan kapasitas hingga 5.000 ton nikel murni.


    Tabel -

    Status pembangunan proyek smelter,

    Per Desember 2019

    Smelter 

    Progres 100%

    Progres 40-90%

    Progres 

    < 40%

    Total

    Nikel 

    11

    8

    22

    41

    Bauksit

    2


    9

    11

    Tembaga

    2


    2

    4

    Anoda

    0


    2

    2

    Besi

    1

    1

    2

    4

    Mangan

    1

    1


    2

    Timbal & Seng

    0

    3


    3

    Total

    17

    13

    37

    67

    Sumber : KESDM


    Sementara itu, salah satu perusahaan yang mengoperasikan smelter nikel sejak 2017 adalah Central Omega Resources (COR) melalui Central Omega Resources Industri Indonesia (CORII). Pada tahun 2019, kegiatan usaha Central Omegara Resources  difokuskan dalam sektor pertambangan. Hal ini untuk memaksimalkan pemenuhan kuota ekspor yang diberikan oleh pemerintah kepada COR melalui anak-anak perusahaan, yaitu PT Mulia Pacific Resources, PT Itamatra Nusantara dan PT Bumi Konawe Abadi.


    Total penjualan bijih nikel yang berhasil dilaksanakan berjumlah 911.914 ton, meningkat 129,6% dibanding penjualan tahun 2018 sebanyak 397.234 ton dan melebihi target penjualan untuk tahun 2019 sebesar 849.654 ton. Sedangkan penjualan produk ferronikel pada tahun 2019 berjumlah 10.412 ton atau turun 76,2% dibanding dengan tahun 2018 yang sebesar 43.797 ton dan dibawah target yang sebesar 20.142 ton.


    Sejalan dengan kegiatan usaha di tahun 2019, COR membukukan peningkatan nilai  penjualan sebesar 5,6% menjadi Rp 547,8 miliar, dibandingkan dengan nilai penjualan di tahun 2018 sebelumnya sebesar Rp 518,6 miliar. Penjualan ini merupakan penjualan ekspor bijih nikel dan feronikel. Dari hasil penjualan ini, COR membukukan laba kotor sebesar Rp 231,8 miliar, meningkat 442,9% dibanding tahun 2018 yang sebesar Rp 42,7 miliar dan rugi bersih sebesar Rp 100,9 miliar atau meningkat 7,8% dibanding tahun 2018 sebesar Rp 93,5 miliar.


     ◽







    Gempuran Impor Baja Cina Bikin Collaps Industri Baja Nasional?

    |  INDUSTRI | 

    INFORMASI LAINNYA
    Indonesia Merupakan Eksportir Terbesar Gula Kelapa
    |18/08/2020 |

    Produsen utamanya adalah Indonesia, Thailand, Filipina serta India sedang meningkat, lalu Srilanka. Hebatnya, India menjadikan nira sebagai produk nasional, minuman segar paling sehat di dunia dan sangat menguntungkan bagi petani.

    Produk nira kelapa dunia terus berkembang serta bertumbuh. Produknya terdiri dari nira segar, gula, jagery, cuka, madu, sirup. Dengan kadar glikemik rendah dibawah 35 merupakan kunci untuk meningkatkan pasar produk ini...


    Pengertian dasar dunia industri-kebanyakan orang mengasumsikan bahwa industri hanyalah kegiatan ekonomi manusia yang mengolah bahan baku...



    Bukan 'barang baru' lagi bila nilai kurs rupiah lagi-lagi melemah yang kembali menyedot perhatian, khusus setelah melemah ke level Rp 14.566 per dolar AS...





    Bagikan

    Komentar & Pesan

    Nama
    Email *
    Pesan *
    Pesan dan komentar Anda tidak di publikasikan. Terimakasih.
    WAKTU SAAT INI:
    Follow:
    Facebook  Twitter  Instagram  Youtube   
    mediadata.co.id - News & Report   

    Tidak ada komentar: